IL Tubaba - Beberapa banyaknya permasalahan tanah yang terjadi di Indonesia adalah tentang sengketa penyerobotan tanah. Penyerobotan tanah akan merugikan pihak lain serta ini merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga pelakunya dapat ditindak dengan instrumen hukum pidana positif.
Para pihak tetangga yang terkadang lupa diri akan batas tanah miliknya, sehingga merugikan pihak-pihak yang merasa tanahnya diseroboti.
Menurut KBBI, Penyerobotan atau kegiatan menyerobot mengandung arti mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan.
Beberapa bentuk konkrit dari tindakan penyerobotan tanah, antara lain mencuri, merampas, menduduki atau menempati tanah atau rumah secara fisik yang merupakan milik sah orang lain, mengklaim hak milik secara diam-diam, melakukan pematokan atau pemagaran secara ilegal, melakukan penggarapan tanah, melakukan penjualan suatu hak atas tanah, dan menggusur atau mengusir secara paksa pemilik tanah sebenarnya.
Tanah merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia, untuk menjamin kepemilikan tanah tersebut, Pemerintah membentuk lembaga yaitu Badan Pertanahan Nasional untuk menerbitkan sertifikat sebagai tanda batas tanah. Undang-Undang yang mengatur tentang pertanahan adalan Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960.
Permasalahan yang sering terjadi di lapangan, Pematokan secara kecurangan dalam pengukuran sebidang tanah yang terletak di Dusun 6 Tiyuh Penumangan, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat yang diduga dilakukan oleh Keluarga berinisial AS warga setempat.
Kecurangan dalam pengukuran tanah bisa dikatakan penyerobotan hak milik orang lain. Penyerobotan atau menyerobot memiliki arti yaitu mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan.
Pematokan tanah adalah perbuatan melanggar hukum yang terjadi ketika pelaku secara memasang patokan tanah atau properti orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemilik tanah.
Pengukuran tanah tersebut terjadi pada hari Sabtu, (1/5/2021). Pemilik tanah atas nama insial S yang merasa dirugikan atas pengukuran tanah tersebut tidak sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang seharusnya AS dan keluarganya memakai acuan dasar tersebut.
"Saya merasa di rugikan karena pembatasan semula di ganti dengan batasan baru yang tidak memacu dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah saya", jelasnya. Minggu lalu, (2/5/2021).
Tambahnya, "Seharusnya kami diberitahukan sebelum pengukuran, kenapa sudah mau dilakukan pengukuran baru kami diberitahukan oleh EI yang merupakan keluarganya AS".
Dalam pengukuran tanah tersebut AS tidak melibatkan Aparat Desa dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), hanya mengukur sendiri dan Keluarganya, diduga pengukuran itu semau-maunya saja.
Disisi lain, MY selaku Istri S mengungkapkan bahwa dalam pengukuran tersebut tidak sesuai, "Karena saya punya hak mengetahui atas tanah saya, kenapa batas dahulu diubah menjadi baru dengan tidak ada kesepakatan dengan musyawarah kekeluargaan, apalagi anak saya tidak dilibatkan yang merupakan ahli waris", ungkapnya.
"Kalau mau diubah dalam pembatasan tanah, bagaimana SHM saya yang tahun 2002 yang sudah di ukur oleh BPN", cetusnya.
Dalam Hukum Penyerobotan tanah di Pasal 385 KUHP, pelaku dapat dituntut jika melakukan dengan maksud untuk mencari keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Dengan adanya pengukuran secara mengklaim hak milik orang lain dan melakukan pematokan secara ilegal tanpa pemberitahuan dahulu dan tidak melibatkan Aparat Desa dan BPN. Pada hari Selasa, (18/5/2021) pihak S melaporkan kerugian atas hak milik tanah ke Polres Tulang Bawang Barat.
"Saya meminta pihak penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan terkait ilegal pematokan tanpa acuan SHM dan tidak melibatkan aparat Desa dan BPN", pungkasnya.(*)
0 Komentar